Friday, July 13, 2012

Berkomunikasi Lewat Ketan, Kolak, Apem

Ketan, Kolak, dan Apem

Dalam keseharian, makanan kerap diterima begitu saja sebagai suatu hal yang biasa. Padahal, dalam suatu kebudayaan makanan sering digunakan sebagai simbol yang bisa jadi memiliki makna sangat luas.

Contohnya di dalam budaya Jawa yang penuh dengan simbol, hadirnya makanan tertentu dalam suatu ritual nggak bisa sembarangan. Setiap makanan memiliki makna dan fungsinya sendiri. Tentu saja, dalam hal ini seringkali bentuk, rasa, dan warna mempengaruhi makna makanan tersebut.

Rangkaian makanan ketan, kolak, dan apem yang kerap ditemui dalam upacara Nyadran termasuk salah satunya. Rangkaian ini sebenarnya nggak cuma muncul pada upacara Nyadran saja, tapi hampir di keseluruhan rangkaian ritual kematian (slametan) di budaya Jawa, yang dimulai sejak pitung dinan (hari ketujuh). Mereka disajikan di lokasi ataupun dikirim ke kerabat-kerabat sebagai hantaran.

Kehadiran mereka dalam suatu rangkaian memberikan makna yang berbeda dengan bila mereka hadir sendiri-sendiri. Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya diketahui terlebih dahulu makna tersurat dari ketan, kolak, dan apem.

Seperti yang sudah sering dijelaskan di artikel-artikel lain, ketan, kolak, dan apem memperoleh makna dengan mengaitkan nama tersebut dengan suatu kata dalam bahasa Arab. Ketan dengan kata ‘Khata-an’ yang berarti ‘kesalahan’. Secara filosofis, ini bermakna bahwa manusia dituntut agar ingat pada perbuatan salah, yang berawal dari diri sendiri, dan kemudian diharapkan agar terhindar dari kesalahan yang sama.

Kolak dengan kata ‘Kholaqo’ atau sering juga dengan kata 'kholiq' atau 'khaliq'. Artinya adalah ‘mencipta’. Dari sini, muncul harapan agar pelaku (yang membuat dan yang memakan) dapat semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini dalam rangka mendoakan orang yang telah meninggal dan berada di alam lain.

Sementara apem dengan kata ‘Afwun’ yang berarti ‘permintaan maaf’ atau ‘ampunan’. Tak hanya meminta maaf, apem ini juga dimaknai sebagai simbol agar manusia juga dapat mudah memaafkan kesalahan orang lain.

Kaitan ini sepertinya dimunculkan sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam pada masa lalu. Ini karena makanan ketan, kolak, dan apem ini sendiri bukan berasal dari daerah Arab. Lebih jelas lagi, di India terdapat makanan bernama Appam yang mirip dengan apem. Terlepas dari itu, ketan, kolak, dan apem memiliki makna-makna lain yang tersirat di dalamnya. Ini bisa dilihat dari tekstur dan rasa makanannya, hingga keberadaannya di ritual lain.

Singkat cerita, rangkaian ketan, kolak, dan apem adalah suatu simbol yang memiliki makna permintaan maaf atau ampunan, baik dalam hubungan antar manusia maupun dengan Tuhan. Namun perlu digarisbawahi bahwa simbol ini berkaitan erat dengan arwah orang yang telah meninggal atau leluhur.

Ini membedakannya dengan kupat (ngaku lepat) yang sama-sama memiliki makna meminta maaf, namun antar sesama manusia yang masih hidup. Di beberapa ritual, rangkaian jajanan ini bahkan juga sebagai simbol atas bentuk rasa hormat kepada leluhur.

Ketan, kolak, dan apem yang dikatakan sebagai simbol di sini merupakan rangkaian benda sederhana, yaitu makanan sehari-hari, yang merujuk pada suatu nilai besar (yang berbeda konteks) dalam tatanan masyarakat di kebudayaan Jawa. Berdasarkan hal tersebut, sebagai simbol, ketan, kolak, dan apem juga dapat dikatakan sebagai cara berkomunikasi nggak langsung sesama masyarakat yang berlatar belakang kebudayaan sama. Secara simbolis, ungkapan yang ingin disampaikan tersalurkan kepada yang melalui rangkaian hidangan tersebut.

Terkait dengan konsep besar kebudayaan Jawa, ini sesuai dengan falsafah “sangkan paraning dumadi” (berasal dan kembali pada Sang Pencipta). Karena itulah masyarakat Jawa mempercayai adanya kekuatan ghaib yang mengawasi dan menyertai kehidupan manusia. Ritual slametan yang dilakukan merupakan salah satu upaya memohon keselamatan dunia. Begitu pula kenduri yang merupakan perjamuan makan untuk memohon keselamatan dalam rangka menyambut dan memperingati peristiwa hidup tertentu.

Menilik hal itu, kemunculan ketan, kolak, dan apem nggak lagi cuma bisa kita lihat sebagai jajanan biasa. Ketan, kolak, dan apem juga sebagai simbol yang memiliki fungsi dalam keberlangsungan tatanan di masyarakat - sesuai dengan filosofi yang telah disebutkan sebelumnya. Melalui simbol sebagai alat komunikasi yang nggak langsung, tatanan dalam masyarakat untuk menjalani kehidupan sesuai dengan falsafah Jawa tadi dapat terlaksana.

Secara langsung, keberadaan simbol berupa ketan, kolak, dan apem yang memiliki unsur-unsur dari (paling nggak) dua kebudayaan menjelaskan adanya peleburan budaya untuk menjaga tatanan tadi. Masuknya kebudayaan baru (Islam-Arab) tetap menghormati dan menggunakan kebudayaan sebelumnya (Hindu-India), berikut simbol-simbolnya. Melalui peleburan kebudayaan dan keinginan untuk mempertahankan tatanan, muncul interaksi kreatif yang memunculkan simbol-simbol baru atau makna-makna baru dari simbol dalam kebudayaan sebelumnya.

Meski begitu, pada masa sekarang sudah mulai ada perubahan tradisi. Keberadaan ketan-kolak-apem dalam ritual kematian sudah bukan sesuatu yang wajib ada. Hantaran dan suguhan yang dibagikan kepada masyarakat banyak yang telah diubah menjadi roti karena alasan kepraktisan. Akibatnya, sudah nggak terdapat lagi makna permohonan maaf atau ampunan dalam hantaran tersebut. Terkait dengan hal tersebut, bisa dilihat bahwa tatanan dalam masyarakat pun sedikit-banyak telah mulai bergeser.

Daftar Pustaka:

- Dillistone, F.W., 1986. The Power of Symbols. London: SCM Press Ltd.
- Herusatoto, Budiono. 1984. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Penerbit PT. Hanindita.
- Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003. Ensiklopedi Makanan Tradisional (Di Pulau Jawa dan Madura). Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
- Kittler, P.G. dan Sucher, K.P., 2000. Cultural Foods: Traditions and Trends. California: Wandsworth.
- Leach, Edmund, 1976. Culture & Communication. Cambridge: Cambridge University Press.
- Marsono dan Waridi, Hendrosaputro (ed), 1999. Ensiklopedi Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Lembaga Studi Jawa.
- Pusat Kajian Makanan Tradisional – Universitas Gadjah Mada. 2004.  Kumpulan Publikasi 2004 Seri Makanan dan Budaya. “Ketan, Kolak, Apem”, artikel no 11/4/MB/PKMT/2004 (tidak diterbitkan).

- Laporan: Makanan Tradisional dalam Kehidupan dan Upacara Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. (2000) Pusat Kajian Makanan Tradisional – Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan).
- Laporan: Pelestarian dan Pengembangan Aspek Budaya Makanan Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. (1998) Pusat Kajian Makanan Tradisional – Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan).
- Marsana dan Haryono, Timbul. 2000. Ruwatan: Makanan Tradisional dan Kelengkapannya. Pusat Kajian Makanan Tradisional – Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan).

- “Appam”, en.wikipedia.org. Wikipedia: The Free Encyclopedia. 3 Juni 2012. Senin. 11 Jun. 2012.
Budiyanto, Ary. “Kearifan Tradisi Ruwahan”. psp.ugm.ac.id. Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (PSP-UGM). 26 April 2010. Kamis. 7 Jun. 2012.
- “Filosofi Kolak, Ketan dan Apem”, sulistiya-pratama.blogspot.com. Sulistiya's Blog. 25 Maret 2012. Kamis. 7 Jun. 2012.
- “Indian Sweets”. www.indianetzone.com. India Netzone. 9 Juni 2012. Senin. 11 Juni. 2012
- “Intro to Indian Desserts, Culture". www.desserts-recipes.com. Desserts-Recipes. n.d. Jumat. 8 Jun. 2012.
- “Sajen Ketan Kolak”. www.tembi.org. Tembi Rumah Budaya. n.d. Jumat. 8 Jun. 2012.
- “Tata Cara Selamatan Kematian". www.masraharjo.wordpress.com. Masraharjo's Web: Hamemayu Hayuning Bawana. n.d. Jumat. 8 Jun. 2012.

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...