Friday, January 27, 2012

Teh Poci

Teh poci (bakmipurjombor.blogspot.com)

Teh poci yang kita kenal saat ini rupanya sudah mengalami perjalanan panjang sejak dari sebelum masa penjajahan. Meski dalam sejarah kerap dijelaskan bahwa komoditi teh masuk ke Indonesia dibawa oleh kolonial pada masa tanam paksa, rupanya sejarah tidak hanya berhenti di sana.

Teh poci adalah salah satu buktinya. Berasal dari Tegal, teh ini kini memang telah menyebar ke berbagai kota di Pulau Jawa - terutama Jawa Tengah. Menurut antropolog Pande Made Kutanegara dalam tegalkota.go.id, budaya minum teh di Tegal ini sendiri dibawa oleh imigran dari Cina yang menetap di Tegal.

Pada masa itu, Tegal memang merupakan salah satu kota besar yang menjadi pusat perdagangan dan memiliki pelabuhan besar. Tak heran banyak pedagang Cina yang kemudian menetap di sana.

Budaya minum teh dari Cina yang diserap oleh masyarakat Tegal sebenarnya sekilas tampak dari cara penyajian teh poci. Penggunaan poci yang terbuat dari tanah liat merupakan salah satu cara membuat teh yang dikembangkan oleh Cina di daerah Yixing pada masa Dinasti Ming, ketika penggunaan balok dan bubuk teh digantikan oleh daun teh.

Bentuk gelasnya yang asli pun berbeda dengan cangkir pada umumnya. Gelas di teh poci berbentuk seperti mangkuk kecil dan juga terbuat dari tanah liat. Di Cina, penggunaan gelas yang berbentuk mangkuk kecil ini rupanya memiliki fungsi tersendiri, yaitu menyatukan aroma teh dan langsung dapat tercium oleh hidung. Otomatis ini menambah rasa dari teh itu sendiri.

Seperti asalnya, di Tegal teh poci juga dibuat dengan cara memasukkan daun teh ke dalam poci, memenuhinya dengan air panas, dan menunggunya hingga aroma teh keluar. Namun untuk teh poci, biasanya dinikmat dengan gula batu yang disajikan di gelas-gelasnya sebagai pemanis.

Ada kepercayaan bahwa setelah menggunakannya untuk menyajikan teh, bagian dalam poci tidak pernah dicuci bersih, hanya dibuang daunnya. Menurut mereka, semakin tebal lapisan keraknya akan memberikan rasa yang semakin nikmat.

Untuk rasa, teh poci tidak memiliki rasa yang sama dengan rasa teh Cina. Ini ada hubungannya dengan kehadiran kolonial dan sistem tanam paksanya.

Ketika daerah Tegal dan sekitarnya digunakan untuk perkebunan teh, kolonial mengirim hasil teh yang berkualitas tinggi ke negaranya dan sisanya yang berkualitas rendah tidak digunakan. Daun-daun teh yang tidak terpakai ini digunakan oleh masyarakat untuk membuat teh. Alhasil muncul rasa sepet yang justru kemudian menjadi kekhasan teh poci.

Menurut Pande dalam situs yang sama, munculnya rasa sepet ini akibat batang teh yang ikut digiling bersama daun teh. Daun teh yang sudah berkualitas rendah, menjadi semakin rendah lagi. Aroma melati sendiri baru muncul kemudian, untuk menghadirkan rasa yang lebih nikmat.

Rasa yang berbeda ini justru dilirik oleh produsen teh lokal untuk memproduksi teh dengan selera 'sepet', atau kecut yang agak getir.

Meski aku lebih kerap mendengar kata 'nasgitel' kependekan dari panas-legi-kentel (panas-manis-kental), namun di teh poci di kota asalnya lebih populer dengan kata 'wasgitel' kependekan dari wangi-panas-sepet-legi-kentel (wangi-panas-kecut-manis-kental).

Karena posisi kota Tegal sebagai pusat perdagangan pada masa itu, mungkin sekali kemudian teh poci menyebar ke seluruh Pulau Jawa, termasuk di Jogja. Entah bagaimana, teh poci kemudian juga diserap menjadi salah satu minuman tradisional khas Jogja yang kerap disandingkan dengan minuman tradisional lainnya.

-o0o-

Teh poci di Vogels Hostel, Jogja

Kemarin, aku menemukan teh poci yang lebih 'modern', yaitu dicampur dengan susu. Agak aneh rasanya. Rasa sepet khas teh poci yang bercampur dengan susu cair tawar membuatnya sangat berbeda dengan teh susu biasa.



* Referensi diambil pada tanggal 27 Januari 2012:
- http://tegalkota.go.id/index.php/berita/18-sejarah-tegal/89-sejarah-teh-poci.html
- http://en.wikipedia.org/wiki/Tea_culture


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...