Thursday, August 25, 2011

Tanam Paksa dan Inovasi Kuliner

Tanam Paksa

Kolonialisme, seperti yang kita tahu, memiliki dampak luar biasa bagi kebudayaan masyarakat setempat. Termasuk di dunia pangan akibat program tanam paksa yang selalu mereka lakukan.

Keberadaan tanam paksa ini mempengaruhi ekonomi, jenis pangan, dan cara masak setempat.

Seperti di Kenya, masuknya tanaman-tanaman 'baru' oleh Inggris di akhir abad ke-19, ditanam bukan untuk kehidupan sehari-hari, tapi untuk dijual. Tanaman-tanaman ini menggeser tanaman lokal yang justru merupakan makanan pokok mereka. Beberapa bahkan kemudian menjadi makanan pokok mereka.

Akibatnya, uang mulai berperan. Penduduk yang tadinya bisa hidup tanpa uang dengan sistem barter, dan menanam bahan makanannya sendiri, kini harus membelinya karena tanah yang biasa ia pakai berubah fungsi untuk menanam tanaman komersial.

Karena masuknya bahan-bahan baru dan berkurangnya bahan-bahan makanan yang biasa mereka gunakan, masyarakat Kenya pun belajar memasak menggunakan bahan-bahan baru ini. Alhasil, terjadi penyerapan budaya dari pihak asing, melebur dengan budaya setempat - termasuk cara masak.

Di satu sisi, masyarakat setempat memperoleh banyak bahan makanan baru, pengetahuan baru, dan inovasi untuk makanannya. Tapi di sisi lain, mereka harus mengubah cara hidupnya dengan menggunakan uang dan tidak bisa bertahan hanya dengan mengandalkan apa yang dia miliki selama ini.

Apa pun mulai dinilai dengan uang. Dan banyak dari kalangan masyarakat yang tidak semudah itu untuk mengubah gaya hidupnya dengan mencari pekerjaan bergaji layak.

Tanam paksa juga mempengaruhi Asia Tenggara, terutama Indonesia. Hampir sama pengaruhnya dengan di Kenya, masyarakat Indonesia harus menggeser makanan-makanan lokalnya dengan tanaman kopi, teh, tembakau, serta tanaman-tanaman komersial lainnya.

Bahkan menurut Onghokham, Tanam Paksa yang berlangsung di tahun 1830-1850 memunculkan varian makanan baru. Meningkatnya kemelaratan akibat masyarakat yang secara sosial - kebanyakan dari mereka menjadi buruh tani dan kehilangan sebagian besar tanah serta hasil panennya - menyebabkan daging menjadi sesuatu yang mewah.

Saat itulah, menurut Onghokham, tempe dan gudeg nangka muncul sebagai substitusi daging. Meski belum jelas siapa yang menciptakan dan bagaimana terciptanya.

Ini memang baru sebagian kecil dari pengaruh Tanam Paksa, di sebagian kecil wilayah di dunia. Tapi, aku memang membatasi tulisanku di yang sedikit ini. Paling tidak untuk saat ini. Paling tidak ini bisa memberi sedikit gambaran tentang bagaimana 'gaya hidup' masyarakat pada masa itu.


Sumber:
- Cattell, Maria G., Termites Tell the Tale: Globalization of an Indigenous Food System among Abaluyia of Western Kenya, "Adventures in Eating - Anthropological Experiances in Dining from Around the World", University Press of Colorado : 2010
- https://dongants.wordpress.com/2009/04/06/onghokham-sejarahwan-imajinatif/, 25 Agustus 2011


Gambar:
http://erakas.blogspot.com/2011/01/sistem-tanam-paksa-18301870.html

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...