The Cooking of Italy (1973) |
Kemarin, sebuah foto lama tentang suasana sebuah keluarga yang sedang berpiknik di pinggir jalan mengingatkanku betapa lamanya aku nggak pernah melakukan hal itu lagi. Aku bahkan nggak bisa ingat kapan terakhir kali kami piknik sekeluarga.
Mungkin sekitar waktu aku SMP. Atau SD, malah.
Dulu, sewaktu masih kecil, sekitar tahun 80-90an awal, aku ingat sekali keluargaku sering mengadakan piknik. Bukan piknik biasa, tapi semacam road trip dengan piknik di tengah-tengahnya.
Ibuku biasa menyiapkan berbagai makanan itu sejak sehari sebelumnya. Makanan, jajanan, dan minuman ditata dalam kotak. Kami pun biasa membawa berkotak-kotak makanan dan minum, dengan tikar, sehingga siap berhenti di mana saja. Lalu di tengah perjalanan, ketika telah memasuki jam makan, kami akan mencari lokasi yang nyaman, berhenti, menggelar tikar, dan piknik.
Seringnya di lahan kosong yang teduh, di pinggir jalan pedesaan.
Aku mengingatnya sebagai sesuatu yang wajar dilakukan pada waktu itu. Saudara-saudara dan teman-temanku juga melakukannya dengan keluarga mereka. Bahkan, kadang kami melakukannya berombongan. Keluargaku dengan keluarga saudara sepupuku, misalnya.
Tapi aku menyadari bahwa kini semuanya sudah berubah. Aku jarang sekali mau membawa bekal dari rumah. Kecuali beberapa acara piknik yang memang direncanakan untuk piknik.
Bahkan ketika ibuku atau budeku akan menyiapkannya, aku berusaha menolak jauh-jauh. Alasannya karena nggak praktis, karena ingin yang instan, karena ingin jajan makanan setempat, karena kemudahan... atau mungkin sekedar karena gaya hidupku yang sudah dipengaruhi oleh konsumerisme.
Ya, keinginan untuk jajan dan alasan kepraktisan memang sering menjadi yang utama. Tapi tersebarnya restoran dan mini market seperti Indomaret membuatku nggak lagi berpikir bahwa bekal itu penting. Kami bisa membelinya di jalan, kapan pun kami ingin. Dan pilihannya jauh lebih banyak. Namun otomatis gaya membeli makan dan jajan ini membuat uang yang melayang lebih banyak.
Selain itu, duduk di pinggir jalan sudah nggak segampang itu lagi. Pertama, karena lahan kosong yang teduh sudah jarang sekali. Kedua, jalanan sudah terlalu ramai.
Salah satu pilihan untuk berhenti ya berhenti di rest area. Tapi... rest area pun telah banyak dijejali restoran-restoran waralaba yang menawarkan kepraktisan.
Meski begitu, aku masih kerap melihat rombongan keluarga yang 'berpiknik' di tengah perjalanan mereka. Tipenya hampir mirip dengan yang kami lakukan dulu, dengan bekal dan tikar. Kebanyakan dari mereka sepertinya berasal dari desa. Yah, pasti ada alasan mereka masih melakukannya. Mungkin alasannya sama dengan alasan kami dulu melakukannya.
Yang jelas, sepertinya suatu saat nanti aku juga harus melakukannya lagi deh... sekedar untuk mengenang masa lalu... :)
No comments:
Post a Comment